Laman

Kamis, 11 November 2010

Posisi Dalam Keluarga Menentukan Karakteristik Anak

Posisi sebagai anak sulung, tengah, bungsu, atau anak tunggal, memungkinkan si kecil memiliki karakteristik unik dan berbeda. Perbedaan ini muncul akibat pola asuh orangtua dan perlakuannya yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.

Anak sulung kerap diasosiasikan sebagai anak yang cepat dewasa, berwibawa, dan lainnya. Sedangkan anak bungsu, biasanya anak yang dimanja, tidak tegas, serta lemah lembut. Berbeda pula dengan anak tunggal. Perbedaan kepribadian ini muncul secara psikologis dalam diri anak.

1. Anak Sulung

Anak pertama umumnya lebih beruntung, karena kehadirannya diharapkan sehingga dilimpahi penuh kasih sayang dan dirawat secara hati-hati karena merupakan pengalaman pertama orangtuanya.

Si sulung juga kerap disebut sebagai experimental child, sebab masih kurangnya pengetahuan dan pengalaman orangtua yang akan membawa akibat dalam dirinya. Akibatnya, orangtua cenderung cemas dan melindungi secara berlebihan serta belum memahami peranannya sebagai orangtua secara penuh.

Dalam keluarga, anak sulung umumnya ditempatkan sebagai 'calon pemimpin'. Selain lebih tua, anak sulung berbadan lebih besar dan lebih kuat dari adiknya. Sebagai anak sulung, ia juga akan menerima lebih dulu dan paling baru dari yang lainnya.

Di sisi lain, si sulung akan diberi tanggung jawab lebih. Misalnya saat orangtuanya meninggal, ia harus menggantikan kedudukan sebagai orangtua di keluarganya, misalnya mencari nafkah, mengendalikan keluarga dan menyekolahkan adik-adiknya.

Kedudukan anak sulung dalam suatu masyakarat tertentu, juga memiliki konsekuensi struktural, misalnya dianggap lebih superior, sehingga ia dapat menentukan perkawinan adik-adiknya, kemenakan-kemenakannya, bahkan mengatur warisan nenek moyang.

2. Anak Tengah

Anak yang lahir sebagai anak tengah, biasanya memiliki karakter "middle-child syndrome" akibat posisinya yang terjepit antara anak sulung dan anak bungsu di keluarga.

Tapi saat ia dilahirkan, orangtua telah siap menjadi orangtua, sehingga tidak terlalu khawatir seperti pada anak pertama dan lebih 'mudah' merawatnya.

Anak tengah seringkali terkatung-katung di antara anak pertama yang mendapat perhatian penuh, dan adik bungsunya yang lebih dimanja karena posisinya sebagai anak terakhir.

Selain harus menghadapi orangtua yang memegang tampuk kekuasaan, ia juga harus menghadapi kakaknya yang lebih kuat, lebih besar dan lebih bebas bergerak. Biasanya, segala miliknya merupakan bekas pakai sang kakak, seperti permainan, baju-baju, alat-alat sekolah, dan lainnya.

Saat adiknya lahir, si tengah juga harus melepaskan sebagian perhatian orangtuanya. Tak heran bila anak tengah umumnya bingung akan posisinya tersebut. Tapi menurut penelitian, kebanyakan anak tengah lebih ramah, kadang exhibionist (suka pamer), dan sering melucu.

3. Anak Bungsu

Anak bungsu umumnya lahir di luar perencanaan, tetapi kerap dimanja oleh orangtuanya karena merupakan anak terkecil dan penghabisan. Ia juga tempat limpahan kasih sayang kakak-kakaknya, karena posisinya yang paling buncit. Terutama bila usianya terpaut jauh. Seringkali, kakak-kakaknya dirasakan sebagai 'orangtua kedua' bagi si bungsu.

Si bungsu dikenal sebagai anak yang dimanja dan jadi pusat perhatian keluarga, baik dari orangtua maupun kakaknya. Bila usia dengan sang kakak terpaut jauh, maka ia akan menjadi obyek kesenangan anggota keluarganya.

Akibat terus menerus mendapat perhatian dari orangtua dan kakak-kakaknya yang lebih dewasa, anak bungsu sering bersifat kekanak-kanakkan, cepat putus asa, dan mudah emosi.

Persaingan antara kakak dan si bungsu, tidak sebesar antara anak pertama dan anak tengah. Sebab anak bungsu lebih sering dicap sebagai anak manja, serta dimanja oleh seluruh keluarganya.

Masalah akan muncul jika orangtua terlalu memanjakan si bungsu. Banyak orangtua -- apalagi jika sudah lanjut usia -- tetap menginginkan anak bungsunya tinggal bersama mereka, sehingga membuat si bungsu tidak independen.

4. Anak Tunggal

Seorang anak yang terlahir sebagai anak tunggal, akan mendapat perhatian penuh dari orangtuanya. Begitu pula dalam kasih sayang, karena orangtua hanya punya anak semata wayang sehingga ia tidak akan kekurangan kasih sayang.

Bahkan apa yang diinginkan si anak tunggal, biasanya akan dituruti orangtuanya sehingga kepribadian menjadi manja. Kalau ada keinginannya yang tidak terpenuhi, maka ia akan memberikan reaksi emosional, seperti merengek, cepat mengambek dan marah.

Ada baiknya orangtua tidak terpengaruh pada reaksinya, tapi umumnya orangtua kerap tidak tahan atau tidak tega sehingga berusaha memberikan atau menuruti kemauannya. Bila ini berlangsung terus, maka lama kelamaan ia akan menjadi seseorang yang egosentris.

Di rumahnya, anak tunggal tidak punya pengalaman bersaing atau pertentangan seperti yang biasa terjadi di antara saudara kandung. Perselisihan, irihati, tolong menolong, dan pendekatan pribadi yang biasanya terdapat dalam keluarga, tidak pernah dialaminya.

Kehidupan anak tunggal seolah-olah begitu menyenangkan, karena perlindungan yang terus menerus dari orang dewasa di sekelilingnya. Sehingga ia punya kelemahan dalam hubungan antarpribadi di luar lingkungan rumah. Si anak tunggal menjadi lebih cepat putus asa, lebih pemalu, egoistis, dan manja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar